Laman

Cari Blog Ini


Minggu, 06 Oktober 2013

Sains Barat Sekuler dan Sains Tauhidullah

SAINS BARAT SEKULER (SBS) DAN SAINS TAUHIDULLAH (ST)

Perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari peranan para filsuf barat (Sains Barat Sekuler) berperan dari abad 14 – 20 dimana peran sufi barat belum sadar bahwa hidup tidak hanya berpatokan dari berbagai paham rasionalisme dan empirik semata yang berdasarkan lewat penalaah indera saja namun yang menjadi kendali utama berada pada qalbu (hati) yang mempengaruhi subjektif dan objektif.
Prof. Herman Soewardi mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan yang selama ini digunakan di kalangan masyarakat atau yang disebut Sains Barat Sekuler (SBS) telah menimbulkan resah, renggut, dan rusak untuk lingkungan dan manusia. SBS telah mengelola dunia berlandaskan pada nilai-nilai mereka yang individualistik, liberal, sekuler, dan hedonistic sehingga alam telah mereka eksploitasi secara berlebihan. Hal ini dikarenakan SBS hanya mengandalkan rasio dan menolak eksistensi Tuhan YME.
Allah SWT menciptakan alam semesta dan isinya adalah untuk memberitahukan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW mana yang benar dan mana yang salah. Ilmu adalah ciptaan Tuhan dan manusia tidak menciptakan ilmu melainkan mengungkapkan ilmu atau mencari ilmu. Ilmu diperoleh manusia berdasarkan wahyu dan sisanya dicari sendiri berdasarkan pada alat yang Tuhan telah ciptakan dalam diri manusia yaitu, akal (rasio) dan kalbu (rasa). Manusia dituntut mengembangkan ilmu untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya dalam kehidupan manusia dalam rangka pengabdian manusia (sebagai makhluk) kepada Pencipta-Nya (Khaliq).
Berdasarkan pada latar belakang di atas maka Herman Soewardi mengemukakan konsep Sains Tauhidullah sebagai solusi untuk menggantikan SBS yang telah menyebabkan resah, renggut, dan rusak. Sains Tauhidullah merupakan sains yang dipandu oleh wahyu dari Allah yang berupa Al-Qur’an dan hadits sebagai premis-premis trasendental bagi sains empirikal. Premis ini adalah suatu kebenaran yang terhadapnya kita tidak usah ragu lagi atas kebenarannya dan hasil deduksi daripadanya pasti benar pula. Hal ini dijelaskan pada Al-Qur’an Surat Al-Imran ayat 90 - 91.
“Sesungguhnya alam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal yaitu, orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri duduk atau dalam keadaan berbaring dan ereka memikirkan tentang penciptaan angit dan bumi (seraya berkata), “Ya, Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”.
Sains Tauhidullah berpedoman pada suatu garis yang merupakan ibadah kepada Allah SWT dengan menjunjung tinggi kehendak-Nya yaitu, menjalani perintahnya dan menjauhi larangannya. Ibadah pada Allah akan menghasilkan serangkaian tempat berpijak para muslim yaitu, aqidah, syari’ah, akhlaq, dan muamalah. Aqidah, syari’ah, akhlaq akan membantu muslim untuk melaksanakan tugasnya sebagai abidullah atau abdi Allah sebagai Sang Maha Pencipta dan muamalah akan membantu muslim untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifatullah fil ardie atau pengelola alam semesta ini. Melalui peran manusia sebagai khalifatullah fil ardie yang dijalankan sesuai dengan panduan normatif dari Allah SWT akan mengarahkan manusia untuk melakukan pengelolaan lingkungan dengan bijaksana.
Karateristik utama dari Sains Tauhidullah adalah naqilah memandu aqilah dan naqilah memandu indrawi. Naqilah memandu aqilah adalah dimana dalam pengembangan ilmu terjadi peralihan dari premis-premis empirikal dari pemahaman barat yang salah menuju ke premis-premis trasendental  yang dipandu langsung oleh Tuhan. Naqilah memandu aqilah ini digunakan dalam semua bidang ilmu. Premis trasendental sebagai pemandu manusia ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 5 yaitu,“Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Naqilah memandu indrawi adalah penyempurnaan penginderaan manusia yang memiliki keterbatasan melalui bimbingan dari Tuhan. Apa yang dinyatakan benar oleh indera dapat dipertanggungjawabkan secara universal. Penerapan Sains Tauhidullah dalam kehidupan manusia di alam semesta ini harus segera diwujudkan agar kerusakan alam semesta akibat SBS tidak semakin meluas.
Dari hal tersebut Prof. Herman memprediksi bahwa akan tiba saatnya suatu masa kesadaran untuk meninggalkan abad Sains Barat Sekuler, (abad 7 – 13 berperan pada masa Sains Tauhidullah), (abad 14 – 20 berperan  pada masa Sains Barat Sekuler) dan pada akhirnya ilmu pengetahuan akan kembali lagi pada masa abad 21 yaitu masa Sains Tauhidullah. Terjadinya berbagai krisis ekologi maupun sosial saat ini merupakan cerminan bahwa ilmu pengetahuan yang ada saat ini yang disebut Sains Barat Modern (SBM) atau Sains Barat Sekuler (SBS) yang gagal dalam melakukan pengelolaan di alam semesta.
Kegagalan dari sains saat ini dikarena manusia hanya mengandalkan akal dan rasio dalam menemukan suatu ilmu pengetahuan dan melaksanakannya. Manusia lupa bahwa ada pengaruh lain pada kehidupan di alam semesta ini dan manusia tidak menyadarinya. Alam semesta ini memiliki ketidakpastian dan manusia sebagai makhluk hidup juga mempunyai keterbatasan dan hanya Tuhan Yang Maha Mengetahui tentang alam semesta seisinya dengan benar. Ilmu pengetahuan yang manusia miliki adalah sebagian kecil dari ilmu yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia.
Manusia juga sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus memahami tentang kekuasaan Tuhan dan merasakannya sebagai kekuatan yang memiliki segala ilmu di alam semesta ini. Ketika manusia menemukan suatu ilmu pengetahuan dan melaksanakannya maka seacar universal ia harus memahami makna dari filsafat ilmu. Hal ini agar manusia memahami setiap tindakannya akan memberikan kausalitas pada setiap aspek kehidupan yang ada di alam semesta ini.
Bagi para muslim ketika ia menjadi seorang ilmuwan yang menemukan pengetahuan dan melaksankannya maka yang utama ia yakini adalah Allah SWT yang telah menganugerahlan alam semesta beserta isinya untuk dikelola dengan baik. Mengelola alam dengan sebaik-baiknya adalah bentuk ibadah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Selain meyakini keberadaan Allah SWT manusia juga tetap harus mempelajari dan memahami filsafat ilmu karena bentuk kehidupan di alam semesta ini tidak hanya antara manusia dengan Allah SWT tetapi juga kehidupan antara manusia dengan mahluk hidup yang lain dan manusia dengan lingkungannya. Filsafat ilmu juga akan membantu manusia menjadi bijaksana dalam mengelola lingkungan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar